BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Tujuan Percobaan
1.
Menentukan
kecepatan disolusi zat.
2.
Mempelajari
pengaruh suhu dan kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi suatu zat.
1.2
Landasan Teori
1.2.1 Disolusi
Pelepasan
zat aktif sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk
sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanya ditetapkan oleh kecepatan pelepasan
zat aktif dari bentuk ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media
sekelilingnya (Amir, 2007).
Disolusi
didefinisikan sebagai zat proses dimana suatu zat padat dapat masuk ke dalam
pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi merupakan proses
dimana zat padat melarut secara
prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Amir, 2007).
prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Amir, 2007).
Karakteristik
fisik sediaan, proses pembasahan sediaan kemapuan penetrasi media disolusi ke
dalam sediaan, proses pengembang, proses integrasi dan degradasi. Sediaan
merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi zat.
Setelah pemberian secara insitu dapat timbul endapan zat aktif yang biasanya
berbentuk amorf sebagai akibat perubahan pH dan endapan tersebut selanjutnya
akan melarut lagi. Dengan demikian, pemberian sediaan larutan tidak selalu
dapat mengakibatkan penyerapan yang segera (Amir, 2007).
Disolusi
adalah suatu jenis khusu dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan transfer
massa karena adanya pelepasan dan pemidahan menyeluruh ke pelarut dari
permukaan padat. Di dalam pembahasan untuk memahami mekanisme disolusi,
kadang-kadang digunakan salah satu model atau gabungan dari beberapa model
antara lain:
1.
Model
Lapisan Difusi (Diffusion Layer Model)
Model ini
pertama kali diusulkan oleh Nerst dan Brunner. Pada permukaan padat terdapat
satu lapisan tipis cairan dengan ketebalan ℓ, merupakan komponen kecepatan
negatif dengan arah yang berlawanan dengan permukaan padat. Reaksi pada
permukaan padat – cair berlangsung cepat. Begitu model solut melewati antar
muka liquid film – bulk film,
pencampuran secara cepat akan terjadi dan gradien konsentrasi akan hilang.
Karena itu kecepatan disolusi ditentukan oleh difusi gerakan Brown dari molekul
dalam liquid film.
2.
Model
Barrier Antar Muka (Interfacial Barrier
Model)
Model ini
menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaan padat dan dalam hal ini
terjadi difusi sepanjang lapisan tipis cairan. Sebagai hasilnya, tidak dianggap
adanya kesetimbangan padatan – larutan, dan hal ini harus dijadikan pegangan
dalam membahas model ini. Proses pada antar muka padat – cair sekarang menjadi
pembatas kecepatan ditinjau dari proses transpor. Transpor yang relatif cepat
terjadi secara difusi melewati lapisan tipis statis (stagnant).
3.
Model
Dankwert (Dankwert Model)
Model ini
beranggapan bahwa transpor solut menjauhi permukaan padat terjadi melalui cara
paket makroskopik pelarut mencapai antar muka – cair karena terjadi pusaran
difusi secara acak. Paket pelarut terlihat pada permukaan padatan. Selama
berada pada antar muka, paket mampu mengabsorpsi solut menurut hukum difusi
biasa, dan kemudian digantikan oleh paket pelarut segar. Jika dianggap reaksi
pada permukaan padat terjadi segera, prosex pembaharuan permukaan tersebut terkait
dengan kecepatan transpor solut ataudengan kata lain disolusi (Underwood dan
Day, 1981).
Menurut Diki (2006) kecepatan
disolusi dapat ditentukan menurut beberapa metoda sebagai berikut:
1.
Metoda
Suspensi
Serbuk zat padat ditambahkan ke
dalan pelarut tanpa pengontrolan eksak terhadap luas permukaan partikelnya.
Sampel diambil pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan
dengan cara yang sesuai.
2.
Metoda
Permukaan Konstan
Zat ditempatkan dalan suatu wadah
yang diketahui luasnya sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat
diabaikan. Penentuan denga metoda suspensi dapat dilakukan dengan alat uji
disolusi tipe dayung seperti yang terccantum di USP. Sedangkan untuk metoda
permukaan tetap digunakan alat seperti diusulkan oleh Simonelli dkk.
Gambar 1.1 Alat Uji Disolusi
Menurut Martin (2008), faktor yang
mempengaruhi disolusi sebagai berikut:
1. Suhu
Suhu akan mempengaruhi kecepatan
melarut zat. Perbedaan sejauh lima persen akan disebabkan oleh adanya perbedaan
suhu satu derajat.
2. Medium
Medium yang paling aman adalah air,
buffer dan 0,1 N HCl. Dalam beberapa hal zat tidak larut dalam larutan air,
maka zat organik yang dapat merubah sifat ini atau surfaktan digunakan untuk
menambah kelarutan zat di dalam medium
bukan merupakan faktor penentu dalam poses disolusi. Untuk mencapai keadaan “sink” maka perbandingan zat aktif dalam
volume medium harus dijaga tetap pada kadar 3-10 kali lebih besar daripada
jumlah yang diperlukan bagi satuan larutan jenuh. Masalah yang mungkin
mengganggu adalah adanya gas dari medium sebelum digunakan gelembung udara yang
terjadi dalam medium karena suhu naik dapat mengganggu zat, sehingga dapat
menaikkan kecepatan melarutnya.
3. Kecepatan
Perputaran
Kenaikan dalam pengadukan akan
mempercepat kelarutan. Umumnya kecepatan pengadukan 50 rpm atau 100 rpm.
Perputaran di atas 100 rpm tidak menghasilkan data yang dapat dipakai untuk
membeda- bedakan hasil kecepatan melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan
pengadukan perlu lebih dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah medium
daripada menaikkan rpm. Walaupun 4% penyimpangan masih diperbolehkan, sebaiknya
dihindarkan.
4.
Ketepatan
Letak Vertikal Poros
Disini termasuk tegak lurusnya poros
perputaran dayung atau wadah, tinggi dan ketepatan posisi dayung atau wadah
yang harus sentris. Letak yang kurang sentral dapat menimbulkan hasil yang
tinggi, karena hal ini akan mengakibatkan pengadukan yang lebih hebat di dalam
wadah.
5. Goyangnya
Poros
Goyangnya poros dapat mengakibatkan
hasil yang lebih tinggi karena dapat menimbulkan pengadukan yang lebih besar di
dalam medium. Sebaiknya digunakan poros dan bagian yang sama dalam posisi sama
bagi setiap percobaan karena masalah yang timbul karena adanya poros yang
goyang akan dapat lebih mudah dideteksi.
6. Vibrasi
Bilamana
vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir semua masalah
vibrasi berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau adanya penyebab
dari luar. Alas dari busa mungkin dapat membantu, tetapi kita harus hati- hati
akibatnya yaitu letak dan keseluruhan harus dicek.
7. Gangguan
Pola Aliran
Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran
di dalam bejana disolusi dapat mengakibatkan hasil disolusi yang tinggi. Alat
pengambil aplikan serta adanya filter pada ujung pipet selama percobaan berlangsung
dapat menjadi penyebabnya.
1.2.2 Asam
Salisilat
Asam salisilat memiliki rumus
molekul C6H4COOHOH berbentuk Kristal berwarna merah muda terang hingga
kecokelatan yang memiliki berat molekul sebesar 138,123 g/mol dengan titik
leleh sebesar 1560C dan densitas pada 250C sebesar 1,443
g/mL. Mudah larut dalam air dingin tetapi dapat melarutkan dalam keadaan panas.
Asam salisilat dapat menyublim tetapi dapat terdekomposisi dengan mudah menjadi
karbon dioksida dan phenol bila dipanaskan secara cepat pada suhu sekitar 2000C
(Wikipedia, 2011).
Asam salisilat memiliki struktur
bangun seperti yang disajikan pada gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 1.2 Struktur Asam Salisilat
Bahan baku utama dalam
pembuatan asam salisilat adalah phenol, NaOH, karbon dioksida dan asam sulfat. Asam salisilat kebanyakan
digunakan sebagai obat- obatan dan sebagai bahan intermediet
pada pabrik obat dan pabrik farmasi seperti aspirin dan beberapa turunannya.
Sebagai antiseptic, asam salisilat zat yang mengiritasi kulit dan selaput
lendir. Asam salisilat tidak diserap oleh kulit, tetapi membunuh sel epidermis dengan sangat cepat tanpa memberikan
efek langsung pada sel epidermis. Setelah pemakaian beberapa hari akan
menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan kulit yang baru. Obat ini sangat spesifik
untuk rematik akut yang dapat mencegah kerusakan jantung yang biasanya terjadi akibat
rematik, menghilangkan sakit secara keseluruhan, dan beberapa saat setelah
pemakaiannya akan menurunkan temperatur suhu tubuh kembali normal (Perry, 2009).
Asam salisilat (10-20%) dalam
larutan yang terdiri dari asam nitrat selulosa dalam eter dan alkohol digunakan
sebagai penghilang kutil dan katimumul pada kaki. Dalam hal ini asam salisilat
menyebabkan pelunakan lapisan kulit sehingga katimumul dan kutil akan terlepas
bersama kulit mati. Selain digunakan sebagai bahan utama pembuatan aspirin,
asam salisilat juga dapat digunakan sebagai bahan baku obat yang menjadi
turunan asam salisilat. Misalnya sodium salisilat yang dapat digunakan sebagai
analgesik dan antipyretic serta untuk terapi bagi penderita rematik
akut. Alumunium salisilat yang berupa bubuk sehalus debu digunakan untuk
mengatasi efek catarrhal pada hidung dan tekak. Ammonium salisilat digunakan
sebagai obat penghilang kuman penyakit dan bakteri. Kalsium salisilat dapat digunakan
untuk mengatasi diare (Perry, 2009)
Turunan lain selain diatas
adalah asam p-aminosalisilat yang dapat mengatasi tubercolosis pada manusia.
Asam metilendisalisilat sering digunakan sebagai zat aditif minyak pelumas
serta sebagai formulasi resin alkil. Salisilamide digunakan secara farmasi
sebagai antipyretic, zat seudatif dan anti rematik (Anonim, 2011).
Menurut Amri (2009), sifat
fisika dan Kimia asam salisilat sebagai berikut:
Tabel 1.1 Sifat Fisika Asam Salisilat
Rumus Molekul
|
C7H6O3
|
Titik Lebur
|
1590C
|
Titik Didih
|
2110C
|
Tekanan Uap
|
1 mmHg pada 330C
|
Densitas
|
1,44 gram/cm3
|
Massa Molar
|
138,2 gram/mol
|
Tabel 1.2 Sifat Kimia Asam Salisilat
Kelarutan
|
Larut dalam 550 bagian air dan
dalam 4 bagian etanol (195%) mudah larut dalam kloroform dan ester.
|
Sifat Larutannya
|
-
Tidak cepat menguap
-
Tidak mudah terbakara
|
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat-alat yang Digunakan
1.
Mechanical stirrer
2.
waterbath
3.
gelas kimia 500 ml
4.
termometer
5.
gelas ukur 100 ml
6.
pipet ukur 20 ml
7.
erlenmeyer 100 ml
8.
buret
9.
statip dan klem
10. stopwatch
11. neraca/timbangan
2.2 Bahan-bahan yang Digunakan
1.
asam salisilat
2.
NaOH 0,05 N
3.
Indikator pp
4.
akuades
2.3 Prosedur Kerja
2.3.1 pengaruh kecepatan pengadukan
terhadap kecepatan disolusi zat
1. gelas kimia diisi dengan 400 ml akuades
2. thermometer dipasang pada bejana, untuk mengamati suhu larutan
3. bejana ditempatkan dalam waterbath pada suhu ruang, dimasukkan 1
gram asam salisilat ke dalam bejana, motor pengaduk dihidupkan pada kecepatan
100 rpm
4. 20 ml larutan diambil dari bejana setiap selang waktu 1,5,10,15 dan
20 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel, segera gantikan
dengan 20 ml akuades.
5. Kadar asam salisilat terlarut ditentukan dari setiap sampel dengan
cara titrasi asam basa menggunakan NaOH 0,05N dan indicator pp. lakukan koreksi
perhitungan kadar yang diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran yang
dilakukan karena penggantian larutan dengan akuades.
6. Percobaan yang sama dilakukan untuk kecepatan pengadukan 200 dan
300 rpm.
7. Hasil yang diperoleh ditabelkan.
2.3.2
Pengaruh suhu
terhaadap kecepatan disolusi zat
1.
gelas kimia diisi
dengan 400 ml akuades
2.
thermometer dipasang
pada bejana, untuk mengamati suhu larutan
3.
bejana ditempatkan
dalam waterbath pada suhu ruang, dimasukkan 1 gram asam salisilat ke dalam
bejana, motor pengaduk dihidupkan pada kecepatan 100 rpm
4.
20 ml larutan
diambil dari bejana setiap selang waktu 1,5,10,15 dan 20 menit setelah
pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel, segera gantikan dengan 20 ml
akuades.
5.
Kadar asam salisilat
terlarut ditentukan dari setiap sampel dengan cara titrasi asam basa
menggunakan NaOH 0,05N dan indicator pp. lakukan koreksi perhitungan kadar yang
diperoleh setiap waktu terhadap pengenceran yang dilakukan karena penggantian
larutan dengan akuades.
6.
Percobaan yang sama
dilakukan untuk suhu 40 dan 500C
7.
Hasil yang diperoleh
ditabelkan.
2.4
Pengamatan
A. Pengaruh kecepatan
pengadukan terhadap kecepatan disolusi
Waktu ( menit)
|
Volume NaOH
terpakai
|
||
100 rpm
|
200 rpm
|
300 rpm
|
|
1
|
0,4 ml
|
0,5 ml
|
1,2 ml
|
5
|
0,6 ml
|
1 ml
|
3,5 ml
|
10
|
1,2 ml
|
1,8 ml
|
4,55 ml
|
15
|
1,8 ml
|
2,95 ml
|
5,05 ml
|
20
|
2,1 ml
|
3,25 ml
|
5,5 ml
|
B. Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi
Waktu ( menit)
|
Volume NaOH
terpakai
|
||
260C
|
400C
|
500C
|
|
1
|
0,4 ml
|
2,1 ml
|
2,7 ml
|
5
|
0,6 ml
|
2,7 ml
|
5 ml
|
10
|
1,2 ml
|
4,1 ml
|
6,4 ml
|
15
|
1,8 ml
|
4,75 ml
|
7,45 ml
|
20
|
2,1 ml
|
5,15 ml
|
7,65 ml
|
C. Perubahan warna
bahan
|
perlakuan
|
Hasil pengamatan
|
Asam salisilat + akuades
|
diaduk
|
bening
|
Diambil 20 ml
Diganti 20 ml akuades
|
bening
|
|
Ditambahkan indicator pp
|
bening
|
|
Titrasi dengan NaOH 0,05 N
|
Merah muda
|
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
3.1.1 Pengaruh
kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat
Tabel 3.1
Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat
Kecepatan (rpm)
|
|||
Waktu (s)
|
100
|
200
|
300
|
N asam salisilat
|
N asam salisilat
|
N asam salisilat
|
|
1
|
0,001
|
0,00125
|
0,003
|
5
|
0,0015
|
0,0025
|
0,00875
|
10
|
0,003
|
0,0045
|
0,01125
|
15
|
0,0045
|
0,00735
|
0,012625
|
20
|
0,00525
|
0,008125
|
0,01375
|
3.1.2 Pengaruh
suhu terhadap kecepatan disolusi zat
Tabel 3.2
Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat
Suhu (⁰C)
|
|||
Waktu (s)
|
26
|
40
|
50
|
N asam salisilat
|
N asam salisilat
|
N asam salisilat
|
|
1
|
0,001
|
0,00525
|
0,00625
|
5
|
0,0015
|
0,00675
|
0,0125
|
10
|
0,003
|
0,001025
|
0,016
|
15
|
0,0045
|
0,0011875
|
0,018625
|
20
|
0,00525
|
0,0013875
|
0,019125
|
3.2
Pembahasan
Pada pratikum ini,di lakukan uji
kecepatan disolusi yang bertujuan untuk menentukan kecepatan disolusi suatu
zat, dengan menerapkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusisuatu
zat yaitu kecepatan pengadukan dan suhu.
Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran
yang menyatakan banyaknya suatu zat terlarut pada pelarut tertentu pada setiap
satuan waktu. Pengujian kecepatan disolusi
dilakukan terhadap asam salisilat dalam air. Rumus molekulnya C7H6O3
dan rumus strukturnya sebagai berikut (Anonim, 2009).
Gambar
3.1 rumus struktur asam salisilat
Dari rumus di atas asam salisilat
memiliki gugus polar dan nonpolar. Gugus polar dari asam salisilat adalah OH
dan gugus nonpolarnya adalah gugus cincin benzene. Struktur tersebut
menyebabkan asam salisilat larut pada sebagian pelarut polar dan sebagian pada
pelarut nonpolar. Namun karena asam salisilat memiliki gugus polar dan gugus nonpolar dalam satu gugus
menyebabkan asam salisilat sukar larut pada pelarut polar saja atau nonpolar
saja (Anonim, 2005).
Metode
yang di gunakan pada kecepatan disolusi ini adalah metode suspensi,dimana
serbuk asam salisilat di masukkan ke dalam air tanpa pengontrolan eksak pada
terhadap luas permukaan partikelnya. Sampai di ambil pada waktu tertentu dan
kadar zat yang larut di tentukan. Proses penentuan kecepatan disolusi asam
salisilat dalam air di awali dengan menimbang kemudian di masukkan ke gelas
piala dan di tambah akuades 400 ml. Kemudian dimasukkkan ke waterbatch dan di
mulai dengan kecepatan 100 rpm,pada 200 rpm dan 300 rpm pada suhu
kamar,selanjutnya dengan suhu 40⁰C
dan 50⁰C dengan kecepatan 100 rpm. Larutan di ambil 20
ml setiap selang waktu 1, 5, 10, 15 dan
20 menit dengan penggantian akuades 20 ml setiap pengambilan. Kadar asam salisilat yang larut di tentukan dengan titrasi dengan
NaOH 0,05 dan PP sebagai indikator.
Pada
tabel 3.1 dapat dilihat bahwa kecepatan pengadukan mempengaruhi konsentrasi
asam salisilat. Terlihat bahwa konsentrasi asam salisilat semakin bertambah
seiring cepatnya proses pengadukan dalam selang waktu 1, 5, 10, 15 dan 20
menit. Semakin lama pengadukan,konsentrasi asam salisilat semakin besar. Pada
kecepatan 200 rpm,konsentrasi asam salisilat juga semakin besar dengan semakin
lamanya proses pengadukan. Begitu juga
dengan kecepatan 300 rpm, ini di karenakan kecepatan pengadukan mampu
mengurangi tebalnya lapisan difusi dengan cepat. Lapisan difusi merupakan
lapisan molekul air yang tidak dapat bergerak oleh danya kekuatan adhesi dengan
lapisan padatan sehingga semakin tebal lapisan difusi,suatu zat akan lebih sukar larut. Kosentrasi asam
salisilat pada 100 rpm mengalami peningkatan yang konstan karena waktu
menjenuhkan larutan lebih lambat namun pada 300 rpm konsentrasinya pada menit
10 ke 15 mulai mengalami peningkatan yang sedikit, ini di sebabkan laju
disolusi yang besar sehingga untuk mencapai titik jenuhnya lebih cepat (Anonim, 2005).
Pada tabel 3.2 dapat dilihat konsentrasi asam
salisilat lebih besar pada suhu 50⁰C
. pada suhu kamar (26⁰C),konsentrasi
asam salisilat mengalami peningkatan yang konstan, sedikit demi sedikit dari
menit pertama,kelima dan seterusnya. Pada suhu 40⁰C konsentrasi
asam salisilat lebih cepat mengalami peningkatan di bandingkan dengan suhu 26⁰C. Sedangkan
pada suhu 50⁰C,konsentrasi
asam salisilat meningkat dengan cepat dan saat menuju menit ke 20 konsentrasi
asam salisilat mengalami sedikit peningkatan karena hampir pada titik jenuhnya
yang kemudian konsentrasi asam salisilat akan konstan. Suhu yang lebih tinggi
di bandingkan dengan suhu 26⁰C
dan 40⁰C.
Ini di sebabkan karena suhu akan memperbesar kelarutan zat yanag bersifat
endotermik dan memperbesar koefisien suatu zat. Dan juga dengan meningkatnya
suhu,dapat menurunkan vishasitas suatu larutan dan menambah kecepatan disolusi
suatu zat (Anonim, 2005).
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
1. Semakin tinggi suhu, maka kadar asam
salisilat di dalam larutan bertambah.
2. Semakin cepat pengadukan, maka kecepatan
disolusinya juga bertambah.
4.2
Saran
1. Persiapan alat sebelum praktikum merupakan
hal utama dalam praktikum kimia fisika ini, mengingat jumlah alat yang tersedia
di laboratorium kurang sehingga harus digunakan secara bergantian. Proses
titrasi yang kami lakukan terpaksa menggunakan pipet tetes, karena buret yang
ada di lab hanya ada satu dan telah digunakan kelompok lain.
2. Proses titrasi yang dilakukan kurang
efektif, karena harus memperkirakan jumlah volume yang digunakan.
thanks gan laporannya bisa jadi referensi
ReplyDeletecuman satu hoho ga ada dapusnya ^^